BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, tek:nologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang
selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen
yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dalarn setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru
atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat
syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip
kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau
pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan scsuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik
yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan
satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi
profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum
yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga
pendidikan tenaga kependidikan adalah
perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan
program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan
dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah
hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah
hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan
melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan
atas dasar prestasi dann mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik
profesional.
17. Daerah khusus adalah
daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat
yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami
bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.
18. Masyarakat adalah
kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan
peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah
pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah
menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat
dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
c. Kualifikasi
akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. Memiliki
kompetensi yang diperlukan. sesuai dengan bidang tugas;
e. Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
h. Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau
pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
pergunia.n tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh
sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru
pada satuari pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran
untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berhak:
a. Memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. Mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. Memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. Memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. Memperoleh
dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran
tugas keprofesionalan;
f. Memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/ atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. Memperoleh
rasa aman dan jaminan keselarnatan dalam melaksanakan tugas;
h. Memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. Memiliki
kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. Memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan / atau
k. Memperoleh
pelatihan dan pengembangan. profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru
sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji
pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan
yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai
dengari peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki
sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah
memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di
daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkat, masa kerja, dan. kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
derigan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalarn
bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa dan penghargaan bagi
guru, serta kernudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
naenjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berkewajiban :
a. Merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. Meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akadernik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. Bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. Menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
e. Memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia
lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan
tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan
warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola
ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan
guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk
menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga
pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan
lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru,
baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata
untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan
pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi
kebutuhan guru-tetap, baik dalarn jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan
secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan
guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan
sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena
alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan,
Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pernindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus
memperoleh hak yang meliputi. kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan
pangkat istimewa sebanyak 1(satu) kali, dan perlindungan dalarn pelaksanaan
tugas.
(2) Guru yang. diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan
di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah
khusus berhak pindah tugas setelah terseciia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru,
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk
menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang
bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat
dari jabatan sebagai guru karena:
a. Meninggal
dunia;
b. Mencapai
batas usia pensiun;
c. Atas
permintaan sendiri;
d. Sakit
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara
terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. Melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b. Melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. Melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia
pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam
puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi
pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan
pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pcmerintah daerah, wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademi dan kompetensi guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban
kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar
biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas
di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat
sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan
dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau
bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam
rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang
tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar
lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru
nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan
terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perlindurrgan hukum, perlindungan profesi, serta
perlin.dungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuann tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang
tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi
dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang
bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kornpetensi,
karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi
profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai
kewenangan:
a. Menetapkan
dan menegakkan kode etik guru;
b. Memberikan
bantuan hukum kepada guru;
c. Memberikan
perlindungan profesi guru;
d. Melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. Memajukan
pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan
dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi
guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh
organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan
kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar
organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana
dirnaksud pada ayat (1). dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru
dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh
guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan
tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan
rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan
Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kornpetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik
minimum:
a. Lulusan
program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. Lulusan
program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan
prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan
prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh
masing-masing senat akademik satuan petididikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Memiliki
pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun;
b. Memiliki
jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. Lulus
sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi
yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan
sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan
tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan
dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap
terdiri atas asisten ahli, Iektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan
akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan
akademik dan dosen tidak tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik
tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing
calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis
buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan
masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau
karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat
pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor
paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang--undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara
langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil
penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang
dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan
akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
dosen berhak:
a. peroleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi,
sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada.
masyarakat;
e. memiliki
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik;
dan
g. memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi
keilmuan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji
pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan,
serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan olelz masyarakat diberi gaji berdasarkan
perjanjian. kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki
sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang
diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang
diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di
daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belarija negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan
kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh
Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan
bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri
dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di
daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
dosen berkewajiban:
a. Melaksanakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. Merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
c. Meningka.tkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. Bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;
e. Menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan
f. Memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara
Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan
warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan
dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan
nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola
ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada
satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada
satuan pendidikan, tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang tiersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatari kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat
ditempatkan pada jabatan, struktural sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan
dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan
sebagai d.osen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi
peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara
pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat
dari jabatan sebagai dosen karena:
a. Meninggal
dunia;
b. Mencapai
batas usia pensiun;
c. Atas
permintaan sendiri;
d. Tidak
dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan
karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. Berakhirnya
perjanjian kerja atau. kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. Melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b. Melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. Melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia
pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam
puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat
diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang
diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai
negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi
pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen
dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat 1).
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan
pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk
meningka.tkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau masyarakat.
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan
evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan
tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan
sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban
kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar
biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas
di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan,
dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat
satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat
nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk
tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk
penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan
dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari
ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan
perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja. .
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak
lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai
tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen
mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan
terlarang oleh peraturan perundangundangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen rnemperoleh cuti sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan
penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan
memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti
seba.gaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan
tertulis;
c. Penundaan
pemberian hak guru;
d. Penurunan
pangkat;
e. Pemberhentian
dengan hormat; atau
f. Pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode elik
dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana
dirnaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai
hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana d maksud. pada ayat (1)
berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan
tertulis;
c. Penundaan
pemberian hak dosen;
d. Penurunan
pangkat dan jabatan akademik;
e. Pemberhentian
dengan hormat; atau
f. Pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai
sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
pcrjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela
diri.
Pasal 79
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71 dan Pasal 75
diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan
berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan
tertulis;
c. Pembatasan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang
ini :
a. Guru
yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
-sertifikat pendidik.
b. Dosen
yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan
bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program
sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi
akademik dan sertifikat, pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini
wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10
(sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan
selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud
dengan:
1. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen adalah
pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, tek:nologi, dan seni
melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Guru besar atau profesor yang
selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen
yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4. Profesional adalah
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5. Penyelenggara pendidikan adalah
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan
pada jalur pendidikan formal.
6. Satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dalarn setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7. Perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru
atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat
syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip
kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8. Pemutusan hubungan kerja atau
pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan scsuai dengan peraturan perundang-undangan.
9. Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik
yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan
satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10. Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
11. Sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13. Organisasi
profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum
yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14. Lembaga
pendidikan tenaga kependidikan adalah
perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan
program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan
dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15. Gaji adalah
hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
16. Penghasilan adalah
hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan
melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan
atas dasar prestasi dann mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik
profesional.
17. Daerah khusus adalah
daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat
yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami
bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat
lain.
18. Masyarakat adalah
kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan
peranan dalam bidang pendidikan.
19. Pemerintah adalah
pemerintah pusat.
20. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten, atau pemerintah kota.
21. Menteri adalah
menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1) Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat
dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi
untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b. Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia;
c. Kualifikasi
akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d. Memiliki
kompetensi yang diperlukan. sesuai dengan bidang tugas;
e. Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f. Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g. Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat;
h. Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i. Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
(2) Pemberdayaan profesi guru atau
pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh
pergunia.n tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh
sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru
pada satuari pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran
untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berhak:
a. Memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. Mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. Memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. Memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. Memperoleh
dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran
tugas keprofesionalan;
f. Memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/ atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah
pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g. Memperoleh
rasa aman dan jaminan keselarnatan dalam melaksanakan tugas;
h. Memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i. Memiliki
kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. Memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan / atau
k. Memperoleh
pelatihan dan pengembangan. profesi dalam bidangnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru
sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji
pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan
yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip
penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai
dengari peraturan perundang-undangan.
(3) Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki
sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Pemerintah dan/ atau pemerintah daerah
memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)
kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di
daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat
oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah pada tingkat, masa kerja, dan. kualifikasi yang sama.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
derigan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalarn
bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa dan penghargaan bagi
guru, serta kernudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
naenjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berkewajiban :
a. Merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. Meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akadernik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. Bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. Menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta
nilai-nilai agama dan etika; dan
e. Memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia
lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan
tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan
warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan
pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola
ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1) Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan
guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk
menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan guru pada lembaga
pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan
nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan
lokal.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 24
(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru,
baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata
untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi wajib memenuhi
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan
pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3) Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4) Penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi
kebutuhan guru-tetap, baik dalarn jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1) Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan
secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan
guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan
sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena
alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan,
Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4) Pemindahan guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pernindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus
memperoleh hak yang meliputi. kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan
pangkat istimewa sebanyak 1(satu) kali, dan perlindungan dalarn pelaksanaan
tugas.
(2) Guru yang. diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan
di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah
khusus berhak pindah tugas setelah terseciia guru pengganti.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan guru,
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk
menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang
bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat
dari jabatan sebagai guru karena:
a. Meninggal
dunia;
b. Mencapai
batas usia pensiun;
c. Atas
permintaan sendiri;
d. Sakit
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara
terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e. berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a. Melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b. Melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. Melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
(3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(4) Pemberhentian guru karena batas usia
pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam
puluh) tahun.
(5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya
diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(2) Guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi
pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4) Pembinaan dan pengembangan karier guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan
pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Pemerintah dan pcmerintah daerah, wajib
membina dan mengembangkan kualifikasi akademi dan kompetensi guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi guru.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban
kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 36
(1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar
biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas
di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat
sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan kepada guru dapat diberikan
dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau
bentuk penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam
rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang
tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar
lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru
nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 39
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan
terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perlindurrgan hukum, perlindungan profesi, serta
perlin.dungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuann tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang
tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak
wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 40
(1) Guru memperoleh cuti sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Guru dapat memperoleh cuti untuk studi
dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang
bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kornpetensi,
karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi
profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan
pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai
kewenangan:
a. Menetapkan
dan menegakkan kode etik guru;
b. Memberikan
bantuan hukum kepada guru;
c. Memberikan
perlindungan profesi guru;
d. Melakukan
pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. Memajukan
pendidikan nasional.
Pasal 43
(1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan
dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi
guru membentuk kode etik.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
Pasal 44
(1) Dewan kehormatan guru dibentuk oleh
organisasi profesi guru.
(2) Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan
kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar
organisasi profesi guru.
(3) Dewan kehormatan guru sebagaimana
dirnaksud pada ayat (1). dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru
dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh
guru.
(4) Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan
tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan
perundang-undangan.
(5) Organisasi profesi guru wajib melaksanakan
rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan
Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik,
kornpetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik
minimum:
a. Lulusan
program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. Lulusan
program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan
prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan
prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh
masing-masing senat akademik satuan petididikan tinggi.
Pasal 47
(1) Sertifikat pendidik untuk dosen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Memiliki
pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun;
b. Memiliki
jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c. Lulus
sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan perguruan tinggi
yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan
sesuai dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat
pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan
tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1) Status dosen terdiri atas dosen tetap dan
dosen tidak tetap.
(2) Jenjang jabatan akademik dosen-tetap
terdiri atas asisten ahli, Iektor, lektor kepala, dan profesor.
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan
akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4) Pengaturan kewenangan jenjang jabatan
akademik dan dosen tidak tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1) Profesor merupakan jabatan akademik
tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing
calon doktor.
(2) Profesor memiliki kewajiban khusus menulis
buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan
masyarakat.
(3) Profesor yang memiliki karya ilmiah atau
karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat
pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4) Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor
paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan
tinggi sesuai dengan peraturan perundang--undangan.
Pasal 50
(1) Setiap orang yang memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2) Setiap orang, yang akan diangkat menjadi
dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3) Setiap orang dapat diangkat secara
langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil
penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang
dimiliki.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan
akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1) Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
dosen berhak:
a. peroleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi,
sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada.
masyarakat;
e. memiliki
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f. memiliki
kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik;
dan
g. memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi
keilmuan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji
pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan,
serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan
dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan olelz masyarakat diberi gaji berdasarkan
perjanjian. kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1) Pemerintah memberikan tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki
sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang
diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1) Pemerintah memberikan tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah memberikan subsidi tunjangan
fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang
diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di
daerah khusus.
(2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan setara dengan 1(satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat
oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(3) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belarija negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan
kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh
Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan
kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 57
(1) Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam
bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan
bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri
dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan
bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(2) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di
daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
dosen berkewajiban:
a. Melaksanakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b. Merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran;
c. Meningka.tkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. Bertindak
objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama,
suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta
didik dalam pembelajaran;
e. Menjunjung
tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai
agama dan etika; dan
f. Memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga
Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1) Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara
Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan
warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan
dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan
nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola
ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan
Pemberhentian
Pasal 63
(1) Pengangkatan dan penempatan dosen pada
satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan penempatan dosen pada
satuan pendidikan, tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(3) Pengangkatan dan penempatan dosen pada
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang tiersangkutan
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatari kerja bersama.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat
ditempatkan pada jabatan, struktural sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan
dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan
sebagai d.osen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi
peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara
pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat
dari jabatan sebagai dosen karena:
a. Meninggal
dunia;
b. Mencapai
batas usia pensiun;
c. Atas
permintaan sendiri;
d. Tidak
dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan
karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e. Berakhirnya
perjanjian kerja atau. kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara
pendidikan.
(2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a. Melanggar
sumpah dan janji jabatan;
b. Melanggar
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c. Melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara
terus-menerus.
(3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberhentian dosen karena batas usia
pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam
puluh lima) tahun.
(5) Profesor yang berprestasi dapat
diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang
diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai
negeri sipil.
Pasal 68
(1) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri.
(2) Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 69
(1) Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi
pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi dosen
dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat 1).
(4) Pembinaan dan pengembangan karier dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan
promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan
pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 71
(1) Pemerintah wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Satuan pendidikan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi dosen.
(3) Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk
meningka.tkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan / atau masyarakat.
Pasal 72
(1) Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan
evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan
tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2) Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan
sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban
kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap
satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 73
(1) Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar
biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2) Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas
di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1) Penghargaan dapat diberikan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan,
dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat
satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat
nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3) Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk
tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk
penghargaan lain.
(4) Penghargaan kepada dosen dilaksanakan
dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari
ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan
pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 75
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,
organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan
perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja. .
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman,
perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak
lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai
tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan
kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6) Dalam rangka kegiatan akademik, dosen
mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan
terlarang oleh peraturan perundangundangan.
Bagian Kedelapan
Cuti
Pasal 76
(1) Dosen rnemperoleh cuti sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dosen memperoleh cuti untuk studi dan
penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan
memperoleh hak gaji penuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti
seba.gaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan
tertulis;
c. Penundaan
pemberian hak guru;
d. Penurunan
pangkat;
e. Pemberhentian
dengan hormat; atau
f. Pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(4) Guru yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5) Guru yang melakukan pelanggaran kode elik
dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6) Guru yang dikenai sanksi sebagaimana
dirnaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai
hak membela diri.
Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang
tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi sebagaimana d maksud. pada ayat (1)
berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan
tertulis;
c. Penundaan
pemberian hak dosen;
d. Penurunan
pangkat dan jabatan akademik;
e. Pemberhentian
dengan hormat; atau
f. Pemberhentian
tidak dengan hormat.
(3) Dosen yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai
sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan
pcrjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan
perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela
diri.
Pasal 79
(1) Penyelenggara pendidikan atau satuan
pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71 dan Pasal 75
diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sanksi bagi penyelenggara pendidikan
berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan
tertulis;
c. Pembatasan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d. pembekuan
kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1) Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang
ini :
a. Guru
yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
-sertifikat pendidik.
b. Dosen
yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh
maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10
(sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
sertifikat pendidik.
(2) Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan
bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1) Pemerintah mulai melaksanakan program
sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2) Guru yang belum memiliki kualifikasi
akademik dan sertifikat, pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini
wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10
(sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan
selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar